Hari Anak Internasional adalah sebuah hari yang diperingati setiap tanggal 1 Juni. Hari anak internasional ini mulai diperingati oleh negara-negara di seluruh dunia sejak tahun 1950. Berbicara tentang hari anak sedunia saat ini tentunya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan  hak-hak anak dan bagaimana nantinya anak-anak dapat berkembang dan tumbuh dengan baik, salah satunya dengan kondisi lingkungan yang dapat mendukung perkembangan mereka. Namun saat ini terdapat berbagai ancaman yang nyata yang dapat mengganggu kelangsungan perkembangan mereka nantinya. Salah satunya adalah krisis iklim.

Gambar 1. Gerakan Anak-Anak dan Pemuda untuk Melawan Krisis Iklim
(Sumber: Unsplash)

Pada bulan Agustus tahun 2021 lalu, UNICEF menerbitkan sebuah laporan yang berjudul “The Climate Crisis Is a Child Rights Crisis: Introducing the Children’s Climate Risk Index” yang merupakan sebuah laporan global pertama yang menyajikan analisis risiko iklim komprehensif dari sudut pandang anak. Laporan ini menyusun peringkat negara-negara berdasarkan tingkat keterpaparan anak terhadap guncangan iklim dan lingkungan hidup seperti badai dan gelombang panas, serta kerentanan mereka terhadap guncangan berdasarkan akses kepada layanan esensial. Diluncurkan atas kerja sama dengan Fridays for Future pada peringatan tiga tahun gerakan protes iklim yang diinisiasi anak muda, laporan ini menemukan bahwa sekitar 1 miliar anak atau hampir separuh dari total 2,2 miliar anak di seluruh dunia hidup di salah satu dari 33 negara yang berkategori beresiko sangat tinggi (extremely high-risk). Temuan ini menyebutkan angka anak yang terdampak pada hari ini, namun angka itu sangat mungkin bertambah seiring dengan dampak perubahan iklim yang terjadi kian cepat. 

Pada posisi ke-46, Indonesia adalah salah satu dari negara dengan risiko tinggi (high risk). Menurut laporan di atas, anak-anak Indonesia mengalami keterpaparan tinggi terhadap penyakit tular vektor, pencemaran udara dan banjir rob; namun demikian, investasi pada layanan sosial, khususnya kesehatan dan nutrisi, pendidikan, perlindungan sosial dan inklusi keuangan, dapat menciptakan perbedaan besar dalam kemampuan negara untuk melindungi masa depan anak dari dampak perubahan iklim. 

Selain itu, dilansir dari VIVA, menurut laporan global organisasi Save the Children yang dirilis pada September 2021 menjelaskan bahwa krisis iklim di Indonesia membawa dampak nyata dan dirasakan oleh anak – anak saat ini. Anak – Anak Indonesia yang lahir selama setahun terakhir telah dan akan merasakan suhu 7,7 kali lebih panas dibanding yang dialami oleh kakek-nenek mereka. Tak hanya itu, anak – anak juga akan menghadapi 3,3 kali lebih banyak ancaman banjir dari luapan sungai serta 1,9 kali lebih banyak mengalami kekeringan. Save the Children Indonesia pun menganggap dampak krisis iklim ini juga dirasakan lebih buruk pada anak – anak yang hidup dalam lingkaran kemiskinan, hal ini disebabkan karena mereka sudah lebih dulu terpapar risiko yang jauh lebih besar tentang keterbatasan air, kelaparan, dan bahkan terancam menghadapi kematian karena kekurangan gizi. Selain itu, dampak dari krisis iklim ini membuat jutaan anak dan keluarga masuk dalam kemiskinan jangka panjang di Indonesia. Anak – anak akan merasakan 3,2 kali lebih banyak gagal panen dan juga masih lemahnya akses terhadap skema perlindungan sosial.

Hal-hal tersebut tergambarkan secara jelas pada laporan terbaru Save the Children yang berjudul “Born Into the climate Crisis / Lahir di Masa Krisis Iklim”. Laporan ini menyerukan agar perlunya tindakan dan aksi yang harus dilakukan segera untuk melindungi hak – hak anak. Secara Global, anak-anak yang lahir pada 2020 akan menghadapi 7% lebih banyak kebakaran hutan, 26% lebih banyak gagal panen, 31% lebih banyak kekeringan, 30% lebih banyak banjir sungai, dan 65% lebih banyak gelombang panas jika pemanasan global dihentikan pada 1,5°C. 

Save the Children menekankan masih ada waktu untuk mengubah masa depan yang suram ini. Jika kenaikan dijaga hingga maksimum 1,5 derajat, beban antargenerasi pada bayi yang baru lahir berkurang 45% untuk gelombang panas; sebesar 39% untuk kekeringan; sebesar 38% untuk banjir sungai; sebesar 28% untuk gagal panen, dan sebesar 10% untuk kebakaran hutan.  Save the Children juga menjelaskan bahwa anak – anak di Indonesia akan menjadi salah satu yang terkena dampak terburuk dari krisis iklim ini dan tanpa tindakan yang segera, anak-anak akan menghadapi masa depan yang suram dan mematikan.  Selain itu, Save the Children beranggapan bahwa krisis iklim pada intinya juga adalah krisis pada hak anak.

Menurut Save the Children, masyarakat dapat melakukan hal sederhana dimulai dari diri sendiri dan keluarga, misalnya dengan menghapus ketergantungan kita pada bahan bakar fosil, memulai gaya hidup ramah lingkungan dan berpartisipasi aktif dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.  Pemerintah juga harus mengembangkan tata kelola mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang inklusif dengan memperhatikan kebutuhan kelompok rentan seperti anak – anak melalui kebijakan, program, dan penganggaran yang berpihak kepada anak.

Sementara itu, sejumlah pemimpin dunia kembali bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa (KTT PBB) terkait perubahan iklim atau Conference of Parties (COP) 26 pada 31 Oktober 2021 – 12 November 2021. Dalam COP 26 ini, juga turut hadir para anak muda yang juga digandeng untuk menyampaikan pendapat mereka tentang krisis iklim dan aksi-aksi yang dapat menanggulangi krisis iklim tersebut. United Nations Climate Change Conference (UNFCCC) membentuk konstituen Anak dan Pemuda yang dinamai YOUNGO pada 2009. Kini YOUNGO beranggotakan 200 organisasi anak muda dan lebih dari 5.500 individu. 

Gambar 2. Heeta Lakhani, kala menyampaikan suara anak-anak dan pemuda di COP26
(Sumber: UKCOP26)

YOUNGO menyampaikan pernyataan mengenai “COY16 Global Youth Position” pada sebuah sesi yang disebut “Unifying for Change: Global Youth Voice at COP26”, yang merepresentasikan pandangan dari 40.000 pemimpin muda penanggulangan perubahan iklim di seluruh dunia. Pernyataan ini ditujukan langsung ke para pemimpin dunia yang hadir mengenai prioritas utama mereka termasuk pembiayaan terhadap aksi menanggulangi perubahan iklim, mobilitas dan transportasi, hingga konservasi dan perlindungan satwa liar. Pada pertemuan COP 26, Heeta Lakhani dan Marie-Claire Graf dari YOUNGO Global mengatakan bahwa YOUNGO telah bekerja sama dengan Kepresidenan Inggris dan Sekretariat UNFCCC untuk merancang Hari Pemberdayaan Pemuda dan Publik. Mereka juga menyatukan empat generasi untuk berbagi contoh praktik terbaik demi mencapai keadilan iklim secara kolektif. 

Selain itu, pada pertemuan ini para menteri pendidikan dari 23 negara juga berjanji untuk menempatkan perubahan iklim sebagai jantung kurikulum. Mereka akan menghilangkan karbon di sekolah hingga mengembangkan sumber daya sekolah.

Daftar Pustaka

Rochimawati. 2021. Jelang COP26: Anak Indonesia Paling Parah Terkena Dampak Krisis Iklim. https://www.viva.co.id/gaya-hidup/parenting/1418509-jelang-cop26-anak-indonesia-paling-parah-terkena-dampak-krisis-iklim?page=1&utm_medium=page-1. (Diakses pada 30 Mei 2022)

Pristiandaru, Danur Lambang. 2021. Apa Itu COP26 dan Mengapa Penting?. https://www.kompas.com/global/read/2021/11/03/071227770/apa-itu-cop26-dan-mengapa-penting?page=all. (Diakses pada 30 Mei 2022)

Batlolone, Vidi. 2021. Jelang COP26, Save The Children Ingatkan Bahaya Krisis Iklim untuk Anak-Anak.https://www.kompas.tv/article/226887/jelang-cop26-save-the-children-ingatkan-bahaya-krisis-iklim-untuk-anak-anak. (Diakses pada 30 Mei 2022)

Alfiyah, Nur. 2021. Suara Kaum Muda di COP 26 dan Indonesia untuk Melawan Krisis Iklim. https://econusa.id/id/ecoblog/suara-kaum-muda-di-cop-26-dan-indonesia-untuk-melawan-krisis-iklim/. (Diakses pada 30 Mei 2022)

UNICEF. 2021. Anak-Anak Di Indonesia ‘Berisiko Tinggi’ Alami Dampak Krisis Iklim. https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/anak-anak-di-indonesia%C2%A0berisiko-tinggi%C2%A0alami%C2%A0dampak-krisis-iklim%C2%A0-unicef%C2%A0. (Diakses pada 30 Mei 2022)

Natalia, Desca Lidya. 2022. Krisis Iklim Sebabkan Jutaan Anak Indonesia Tanggung Beban Berat.https://www.antaranews.com/berita/2840613/krisis-iklim-sebabkan-jutaan-anak-indonesia-tanggung-beban-berat. (Diakses pada 30 Mei 2022)

UN Climate Change Conference. 2021. Young People Demand Action to Protect Their Futures at COP26. https://ukcop26.org/young-people-demand-action-to-protect-their-futures-at-cop26/. (Diakses pada 30 Mei 2022)

Hafizh Arya Bramantha
Hafizh Arya Bramantha

Highly motivated

Tagged: , , , ,
LATEST POSTS
FOLLOW AND SUBSCRIBE

Hari Anak Internasional: Krisis Iklim dan Dampaknya terhadap Anak-Anak

oleh Hafizh Arya Bramantha time to read: 4 min
0